Sebuah Penantian

Sebuah Penantian
“Mas.....” panggilku dengan suara keras.
Malam
itu aku meringis kesakitan karena perutku yang sudah membesar untuk melahirkan
buah hati kami. Kupanggil suamiku yang sedang duduk di ruang keluarga sambil
minum kopi.
“
Iya dek ada apa ?” tanya Mas Arif
“Perutku
sakit mas, seluruh tubuhku pun rasanya sakit sekali , ayo kita pergi ke klinik
bidan Mariana diujung komplek”
“Ayo
dek, sini mas bantu” Mas Arif langsung memapah dan membawa ke bidan Mariana.
Sesampainya
di klinik pandanganku gelap , tas ditanganku jatuh, badanku yang berat langsung
terjatuh dari pegangan Mas Arif. Dia panik dan berteriak minta tolong agar
istrinya langsung diperiksa.
“Ya
Allah dek , kenapa kamu sampai pingsan begini. Suster tolong panggilkan bidan
nya untuk segera diperiksa kandungannya” Tutur Mas Arif dengan panik kepada
suster yang di depan meja informasi.
Bidan
Mariana pun datang dan memeriksa keadaanku. Perutku diperiksa dengan tangannya,
namun wajah bidan Mariana berubah sedikit panik, seperti ada yang terjadi dengan
kandunganku. Dia mencoba periksa kembali detak jantungku dengan stetoskopnya,
wajahnya pun semakin tidak menunjukkan bahwasanya keadaanku baik-baik saja.
“Pak,
apakah akhir-akhir ini Ibu Melati bekerja sangat keras dirumah ? atau apakah
istri bapak saat ini stress dengan keadaannya atau merasa tertekan dengan suatu
hal ?” Tanya bidan untuk memastikan keadaan yang sebenarnya.
“Istri
saya ini juga seorang karyawan dok, dia juga ibu rumah tangga di keluarga kami,
dan sepertinya setelah saya lihat dia sering duduk di depan komputer dan
bekerja hingga malam, tapi kalau tertekan dengan suatu keadaan pun saya juga
tidak begitu paham. Apakah itu mempengaruhi kandungannya dokter ?” Jawab Mas
Arif.
“Sebentar
saya coba pastikan kembali dengna USG, suster tolong ambilkan alatnya, kita
periksa keadaan Ibu Melati” Pinta bidan Mariana.
Suster
kemudian datang dengan membawa alat USG dan bidan Mariana kemudian memeriksa
keadaan Ibu Melati, wajahnya semakin serius.
“Sepertinya
kita harus lakukan operasi agar bisa kita selamatkan dulu bayinya untuk keluar
dari kandungan Ibu Melati, karena detak jantung anaknya melemah”
“Dok
tolong selamatkan bayi dan ibunya karena kami sudah menunggu 5 tahun selama
ini” pinta Mas Arif dengan meringis.
Tatapan
Bidan Mariana sangat putus asa.
5 Tahun yang lalu
Aku
masih tinggal bersama mertuaku yang cukup cerewet dengan kehadiranku sejak aku
menikah dengan Mas Arif. Ketika aku dirumah aku selalu ditegur dengan Ibu
mertuaku karena aku sangat lambat soal pekerjaan rumah. Setiap aku pulang sore
dari kantor dengan wajah sinis terkadang menyinggungku kalau perempuan itu
lebih baik dirumah saja tidak berkeliaran diluar.
Setiap
sindiran dari Ibu mertuaku tidak pernah kusampaikan ke Mas Arif karena aku
sangat takut menyinggung perasaanya. Kami berdua juga harus bekerja keras
banting tulang untuk kebutuhan kami karena kami berencana untuk berpisaha\ dari
orang tua Mas Arif dan ingin mencoba membangun keluarga sendiri.
“Mbok
...ya Ibu itu dikasi cucu rif, sudah 1 tahun pernikahan kalian kenapa gak
kunjung datang cucu ibu. Kalian jangan cuman bisa sibuk berdua dengan urusan
kalian sendiri. Kamu loh terutama Melati, lebih baik kamu resign dari pekerjaan
mu sekarang. Menurut ibu gaji Arif juga sudah cukup membiayai kamu dan
kehidupanmu nanti” Tutur Ibu mertuaku dengan wajah yang kesal.
“Iya
bu , ini kami juga sedang berusaha dan berdoa. Kalau memang belum rezekinya
dari Allah kan semuanya juga gak mungkin bisa dipaksakan bu” jawab Mas Arif
“Diusahakan
lagi lah rif , gimana sih” Ibu mertuaku pergi meninggalkan kami di meja makan.
“Dek
, jangan terlalu didengarkan ya apa omongan Ibu” Senyum Mas Arif kepadaku.
Selama
aku tinggal disini dengan Mas Arif hanya dia alasanku untuk bertahan. Aku
sangat sedih ketika aku selalu disindir soal anak, kami sudah mencoba dan berusaha
namun Allah belum memberikan kepercayaan kepadaku untuk menjaga seorang anak,
berbagai cara juga sudah kami lakukan tapi hasilnya juga masih nihil.
“Dek
... kamu gak apa-apa? Kenapa mual-mual dan muntah-muntah terus dari tadi ?”
“Iya
mas .. bukan cuman hari ini tapi sudah sejak seminggu ini perut ku merasa mual
terus setelah makan”
Kami
saling tatap curiga dan mengira apakah aku saat ini sedang mengandung seorang
anak. Mas Arif menatap ku tersenyum.“Dek ... apakah kamu saat ini sedang hamil
? Kamu sudah coba test pack belum ?” Tanya Mas Arif penasaran.
“Belum
mas, tapi kita lebih baik jangan terlalu berharap tinggi mas. Mungkin aku
sedang masuk angin karena akhir-akhir ini makan juga telat dan siklus datang
bulanku juga tidak teratur”. Jawabku cemas.
“Lebih
baik kita kedokter sekarang dan kita periksa keadaanmu saat ini “
Kami
berdua pergi ke dokter dan memeriksakan keadaanku. Sesampainya di klinik.
“Selamat
ya pak, istri bapak saat ini sedang hamil 2 minggu. Tapi ini fisik istri bapak
sangat lemah, tekanan darah nya juga masih rendah, jadi tolong di jaga
kandungannya. Jangan terlalu capek dan jangan banyak pikiran”. Tutur dokter
kandungan dengan ramah.
Aku
dan Mas Arif tersenyum lebar, penantian kami saat ini sudah terwujud, tugasku
sekarang menjaga kandunganku dengan baik agar aku bisa menanti kelahiranya.
Kabar baik ini kami sampaikan ke ibu mertuaku. Dia sangat senang sekali
mendengarnya. Setelah Ibu mertuaku tau kalau aku hamil dia sangat baik sekali
dengan ku, dia membuatkan ku sup hangat, merawatku dengan baik dan tidak
memberikan ku pekerjaan rumah.
Setelah
3 bulan kehamilanku, perutku sangat sakit sekali. Kakiku dilumuri darah banyak
dan aku menangis.
“Apa
yang terjadi denganku saat ini” tanyaku dalam hati. Air mata ini terus
menangis. Mas Arif langsung menghampiri ku menanyakan keadaanku. Mas Arif
langsung membawaku ke rumah sakit agar keadaanku diperiksa lebih lanjut.
Setelah
dilakukan pemeriksaan kemudian Mas Arif menanyakan keadaanku dengan dokter.
“Dokter bagaimana keadaan istri saya? Bagaimana keadaan kandungannya ? Apakah
keduanya baik-baik saja?” Tanya Mas Arif dengan cemas.
“Pak
Arif dengan berat hati saya harus mengatakan ini, istri bapak baru saja
mengalami keguguran, telah saya sampaikan sebelumnya kalau kandungan Ibu Melati
memang lemah sejak awal. Tapi Pak Arif tidak perlu kecewa, saat ini mungkin
Tuhan belum memberikan kepercayaan kepada Pak Arif dan Ibu Melati untuk
memiliki seorang anak, terus berdoa dan meminta sama Tuhan ya pak, karena saya
percaya ketika kita memiliki harapan dan diiringi dengan doa dan usaha semua
pasti akan terwujud. Segala bentuk kuasa hanya milik Tuhan” Tutur dokter dengan
bijak.
Berita
buruk ini pun terdengar sampai telinga Ibu mertuaku. Dia mendengar berita ini
sangat marah. Dia selalu menyindirku dan membiarkanku mengerjakan semua
pekerjaan rumah setelah aku pulang dari kantor. Sikapnya berubah drastis sejak
dia mengetahui hamil.
“Kamu
itu loh Melati, ibu kan sudah bilang dari awal lebih baik kamu mengundurkan
diri dari pekerjaan kamu. Kenapa kamu keras kepala banget untuk tetap bekerja”
Kata Ibu mertuaku dengan kesal.
“Bu,
Melati minta maaf sama ibu jika sampai saat ini Melati belum bisa memberikan
keturunan dari Mas Arif untuk Ibu, kami berdua juga sedang berdoa dan berusaha
lagi setelah apa yang Melati alami saat ini. Tapi untuk keluar dari pekerjaan
Melati tidak mau bu, Melati sudah berkomitmen dengan diri Melati sendiri, kalau
Melati tetap harus bekerja sampai semua kebutuhan sudah terpenuhi. Selain itu
juga Melati ingin membantu Mas Arif bu” Jawabku.
Menjawab
pertanyaan Ibu juga membuat tanganku dingin dan jantungku berdetak lebih cepat,
aku takut salah menyampaikan maksudku dan membuat ibu tambah marah lagi
kepadaku. Setelah mendengar penjelasanku dia langsung meninggalkanku tanpa
mengucapkan sepatah kata pun.
2 Tahun kemudian
Setelah
tragedi keguguranku, aku dan Mas Arif tetap berikhtiar kembali untuk memiliki
anak, kami tidak pernah putus harapan dan kami percaya bahwa Tuhan akan
mengabulkan setiap doa-doa kami.
“Mas,
besok bagaimana kalau kita pindah ? Adek ada lihat rumah murah tidak jauh dari
sini. Siapa tau kita bisa membina keluarga kita sendiri mas. Tabungan Adek
mungkin cukup untuk mencicil rumah, nanti kita bisa patungan. Bagaimana ?”
Tanyaku dengan suara pelan dengan Mas Arif.
“
Kenapa adek memutuskan ingin pindah ? Adek udah gak betah yah tinggal disini ?
Adek merasa risih dengan omelan Ibu ?” Tanya mas Arif .
“
Bukan seperti itu mas, adek senang tinggal dengan Ibu Cuma adek mau kita
mandiri saja, adek juga gak nyaman sama Ibu terus-terusan merepotkan beliau.
Tapi adek gak memaksa mas Arif kalau misalnya mas memang gak mau. Oh ya mas ,
tadi adek ke dokter kandungan. Alhamdulillah mas , adek sedang hamil saat ini”
kataku dengan tersenyum lebar.
“Serius
dek ? Ya Allah terima kasih banyak engkau mengabulkan doa kami”.
Kabar
kehamilanku yang kedua kini terdengar ditelinga Ibu, tapi Ibu sudah tidak
memperhatikanku seperti sebelumnya. Dia juga tidak bahagia ataupun sedih,
ekspresi wajahnya datar.
Aku
berhasil menjaga kandunganku sampai umur 5 bulan
“Umur
kandungan mu itu Melati , masih rentan juga. Lebih baik kamu harus jaga
baik-baik. Ibu gak mau saja kamu gagal untuk kedua kalinya. Capek ibu nunggunya
sudah 3 tahun kalian menikah namun tidak ada hasilnya” Kata Ibu mertuaku dengan
ketus.
Lagi-lagi
kecemasan ibu mertuaku terjadi , dibulan kelima aku hamil perutku lagi-lagi
sakit. Walaupun janinnya sudah mulai terbentuk, tapi keadaanku tiba-tiba lemah.
Dengan terpaksa dokter harus mengoperasi ku dan bayi yang didalam kandunganku
pun meninggal. Untuk kedua kalinya aku kehilangan bayiku. Aku sangat sedih
dan aku kehilangan harapanku memulai
kembali untuk memiliki anak.
“Dek,
kamu jangan sedih dek. Mas tau bagaiamana perasaanmu. Mungkin saat ini kita
sedang diuji oleh Tuhan bahwa kita adalah orang-orang terpilih untuk mengemban
tugas ini”.
“Bagaimana
adek gak sedih mas, kalau Ibu tau kabar ini dia pasti menyalahkan adek lagi,
marah lagi, kesal lagi sama Melati” Jawabku kesal.
Berita
buruk ini sudah terdengar sampai ke Ibu mertuaku. Wajah kesal ibu mertuaku
sangat terlihat jelas setelah aku pulang dari rumah sakit bersama Mas Arif. Mas
Arif mencoba menjelaskan dengan pelan kepada ibunya.
“Iya
rif Ibu tau, tapi salah satu bentuk ikhtiar itu juga menjaga kandungannya,
bukan terus-terusan bekerja yang membuat dia kelelahan sampai keguguran 2 kali
begini. Rif, Ibu kasi tau ya, Ibu marah seperti ini karena Ibu peduli dengan
Melati bukan ibu membencinya. Ketika pertama kali Ibu mendengar dia hamil,
betapa senangnya hati Ibu tapi ternyata dia tidak menjaga baik kandungannya
sampai saat ini”.
Air
mataku jatuh setelah mendengar pernyataan dari Ibu, selama ini Ibu selalu marah
denganku bukan karena dia membenciku tapi karena dia peduli dan tidak mau aku
kelelahan karena pekerjaanku di kantor dan tanggung jawabku sebagai istri.
Masa sekarang
“Pak,
tenang ya. Sepertinya Ibu Melati akan berusaha sekuat tenaga untuk
menyelamatkan anaknya. Setelah saya melihat dia memiliki tekad yang sangat luar
biasa agar dia dan bayinya bisa selamat. Pak, Ibu Melati memiliki keyakinan
yang sangat tinggi bahwa dia bisa menyelamatkan anaknya. Bapak tunggu diluar
dan berdoa kepada Allah” Tutur Bidan Mariana.
Pintu
ruangan melahirkanku pun ditutup, aku meminta Mas Arif untuk tidak menemaniku
saat aku lahiran. Setelah berjuang sekitar 2 jam, air mataku menetes karena aku
terharu bahwasanya bayi kembar ku telah hadir di dunia. Tangisan mereka
membuatku tersenyum lebar, menatap wajahnya yang lucu membuat air mataku tidak
berhenti mengalir.
Bidan
Mariana menyampaikan kabar baik ini kepada Mas Arif. “Pak, anak kembarnya sudah
lahir, selamat ya”
Mas
Arif pun langsung masuk dan memeluk kami dengan bahagia. “Mas, buah kesabaran
kita setelah kamu keguguran 2 kali , Allah pun kasi lagi 2 anak kembar ya dek.
Semoga mereka menjadi anak laki-laki yang kuat dan sholeh ya dek”
“Aamiin..
diazankan dulu ya mas”
Ibu
mertuaku hadir dengan membawakanku makanan karena dia tau setelah lahiran pasti
lapar. Beliau sangat bahagia setelah mendapatkan cucu yang kembar.
Aku
dan Mas Arif sangat sabar dalam menunggu dan terus berharap. Kami meletakkan
harapan kami atas doa-doa yang kami panjatkan dipenghujung akhir sholat kami
dan yakin suatu saat ini satu persatu doa itu pasti terkabul sesuai dengan
porsi waktunya.
Tamat
Komentar
Posting Komentar