Alat Sholat Untuk Ibu
Alat Sholat untuk Ibu
“ Allahu akbar … allahu akbar “ azan
berkumandang pertanda sholat disubuh hari. Sautan ayam berkokok menambah alarm
agar aku segera bangun dari kasur tipis beralaskan tikar daun yang ada digubuk
kecil kami. Adikku masih tertidur pulas dan ibuku telah bangun dari tadi karena
seperti biasa menyibukkan diri dengan memasak air, menanak nasi dan menimba air
untuk aku mandi.
Aku mengambil handukku di gantungan
balik pintu dan langsung pergi ke kakus untuk membersihkan tubuhku sebelum aku
menunaikan sholat subuh. Namaku Andin , aku anak pertama dari dua bersaudara.
Ayahku telah meninggal dunia sejak adikku lahir dan sekarang sudah 5 tahun.
Ibuku seorang wanita yang mampu berdiri sendiri dan rela berjualan untuk menghidupi
keluarga kecil kami sehari-hari.
“ Din… cepat kau mandi setelah itu
kau bantu ibu membersihkan dapur dan kamar tidur” teriak Ibu. “ Ibu mau sholat
subuh dulu, kau jangan lupa sholat subuh setelah kau mandi”
“Iya bu,, ini air nya dingin
sekali.”
“Jangan manja , kau tak boleh manja”
Kata ibu kemudian menghentikan omelannya.
*
Jam 6 pagi aku telah selesai membantu Ibu dan bersiap-siap akan pergi ke
sekolah. Ketika aku akan pamit dengan Ibu aku melihat dia sedang menjahit
mukenah nya yang using. Ada beberapa tambalan di mukenahnya.
“ Jahit
mukenah lagi bu ?” Tanyaku kepadanya sambil mengenakan sepatu.
“
Iya” Jawabnya pendek.
“Kenapa
gak beli yang baru saja bu?”Tanyaku santai,
“Uang
kita itu cukup nya untuk biaya makan kita sehari-hari, sudah kau jangan
khawatirkan mukenah ibu ini , tugas kau belajar dan jadi pintar” Jawab Ibuku
tegas.
“
Iya bu, tak mampu juga bayar uang sekolah yang sudah telat 2 bulan. Aku sudah
ditanyain dengan komite sekolah bu”. Kataku dengan cemberut.
“Kau
sampaikan dengan komite sekolahmu itu , sebentar lagi Ibu ada uang, Ibu sedang
minta dengan Tuhan. Sudahlah kau pergi sana nanti kau terlambat”
Aku
mencium punduk tangan ibuku yang keriput dan kasar. Kemudian aku melangkah
pergi ke sekolah dengan.
Sesampainya
di sekolah aku melihat pengumuman lomba lari marathon dengan jarak 2 km dalam
rangka hari ulang tahun sekolah di majalah dinding. Aku tertarik karena hadiah
juara keduanya alat sholat lengkap dengan Alquran, sajadah dan tasbih digital.
Selain itu ada voucher biaya sekolah selama 3 bulan. Aku ingin mengikuti lomba
tersebut karena ingin membelikan mukenah baru untuk Ibu. Aku bergegas pergi ke
ruang guru untuk mendaftar lomba.
“ Bu, aku
mau mendaftar lomba lari marathon itu bu” kataku dengan nafas panjang pendek
sudah seperti dikejar Anjing galak.
“ Nama ?”
Tanya guru dengan tegas.
”Andin
bu” Jawabku singkat
“ Oke
sudah terdaftar hari minggu ini kau bersiap datang ke sekolah jam 6 pagi, lomba
dimulai di sekolah ya dan jangan terlambat” Tegas guruku. Aku mengangguk dengan
tegas dan meninggalkan ruangan.
Aku menuju kelas dan duduk disamping
temanku, Nara.
“ Kau yakin ikut lomba lari itu Din
, jauh begitu emang kau mampu?” Tanya Nara dengan wajah ragu kepadaku.
“ Aku butuh hadiajhnya Nar untuk
Ibu. Aku tak punya uang buat beli mukenah baru karena mukenah Ibu yang lama sudah using dan penuh tambalan” Jawabku.
“ Tapi 2 Km untuk anak cewek macam
kau begini kau pasti tak kuat Din”
“ Kau doakan saja aku Ra daripada
kau bikin aku menjadi tak yakin seperti ini. Lagipula kita baru tau hasilnya
baik atau tidak setelah kita mencobanya”
“ Terserah kau saja Din , aku berharap
semoga kau menang dan bisa mendapat mukenah buat ibu kau itu”.
Aku tersenyum dan menatap lantai
kelas sekolah. Aku berharap aku bisa menang dan mendapatkan hadiah untuk ibu.
Pelajaran hari ini telah usai, aku
bergegas pulang dan mempersiapkan diri untuk lomba lari marathon di sekolah.
Aku langsung pulang ke rumah, informasi terkait aku ikut lomba aku berniat
untuk tidak menyampaikan ke Ibu karena aku tidak mau dia khawatir.
*
Setelah sholat Isya aku melihat wajah
Ibu yang sedang mengkhawatirkan sesuatu sambil memnidurkan adikku. Aku mencoba
menghampiri Ibu dan kucomot singkong goreng diatas piring.
“ Kau sudah belajar Din?”
“ Belum bu , lagian tidak ada PR
hari ini”.
“Belajar itukan tidak harus menunggu
PR Din , kau harus jadi anak yang pintar agar kau bisa masuk sekolah favorit
nanti”
“ Bu.. bagi Andin sekolah saja sudah
cukup bu dimana saja tak perlu yang favorit. Pasti biaya nya mahal bu”. Kataku
sambil mengunyah singkong goreng.
“ Jangan kau patahkan semangat Ibu
dengan pernyataanmu seperti itu Din, ibu yakin Ibu pasti mampu menyekolahkanmu
di tempat favorit agar kau menjadi anak Ibu dengan prestasi yang berkualitas”.
Kata Ibu dengan tegas.
Aku terdiam sejenak , kemudian Ibu
meninggalkanku kekamar sambil menggendong adikku.
“ Cepat kau tidur , besok kau masih
sekolah” Kata Ibu sambil menuju kamar dan menutup kamar dengan tirai
bunga-bunga.
Saat ini aku masih duduk di bangku
SMP kelas 3. Ibu hanya mampu menyekolahkanku di sekolah yang mungkin bisa dikatakan
sekolah dengan peringkat kedua terbawah sekotaku karena biaya sekolahnya
terbilang murah. Ibu selalu memiliki tekad dan keyakinan yang sangat luar biasa
dan dia ingin menunjukkan pada dunia bahwa dengan dia sendiri dan berjualan kue
dia mampu menyekolahkanku ditempat favorit dan mewujudkan cita-citaku.
Malam sudah sangat larut kemudian kuseka
air mata yang mulai turun dari mataku. Aku juga harus memiliki tekad yang kuat
bahwa Minggu nanti aku mampu memberikan Ibu Mukenah baru sebagai hadiahku
menang lomba.
*
Jam 6 pagi di SMP Negrei 23 Kota
Pontianak. Ternyata yang mendaftar lomba lari marathon tingkat sekolah ini
sekitar 50 orang dan aku harus menjadi juara 2 dari 50 orang itu. Dua kilometer
dari sekolah juga lumayan jauh. Semua pelari sedang bersiap-siap mengikuti
lomba ini dan sudah mengambil posisi yang telah ditentukan oleh panitia.
“ Semuanya bersiap…. Setelah pistol
ini ditembakkan maka pertandingan telah dimulai” Kata Panitia.
“1…2…3…. Dooor “ Suara tembakkan pistol
telah berbunyi mengudara. Semua pelari ada yang telah melaju dan menjauh dari
garis start. Aku berlari perlahan agar nafasku tidak tersengal. Aku tetap focus
pada jalanan yang menjadi area pertandingan. Semua orang-orang menyoraki dan
memberikan kami semangat, termasuk sahabatku Nara.
Tiga puluh lima menit berlalu dan
nafasku sudah mulai tersengal. Sol sepatuku mulai jebol tapi harus kutahan agar
aku bisa mencapai finish. Sekitar 20 orang sudah tidak mampu melanjutkan
pertandingan tersebut. Ada yang dari mereka mampir membeli es cendol, ada dari
mereka memesan ojek online karena lebih baik pulang daripada kakinya patah, ada
juga yang mampir ke warteg karena baginya isi perut lebih penting dibandingkan
hadiah lomba. Tetapi tidak bagiku, pikiranku hanya Ibu yang terus menjahit
mukenah yang usang.
Tekad Ibu yang kuat untuk
mensukseskan cita-cita ku membuatku semakin semangat. Kata-katanya malam itu selalu
terngiang dikepalaku , tanpa kusadari aku telah melewati 25 orang , masih ada 5
orang didepanku. 50 menit telah berlalu dan garis finish mulai tampak didepan ,
aku sudah bisa mendengar suara sorakan-sorakan penonton yang menyemangati kami
, 2 orang kulewati. Ternyata kakiku semakin kuat berlari dan aku mampu melewati
garis finish.
“ Priiiiiiiiiittt….. kita telah
menemukan pemenangnya” Teriak seorang panitia menggunakan pengeras suara. Suara
panitia ditelingaku terdengar jauh, aku terjatuh dan kakiku sangat lemas.
Pandanganku gelap tangaku tak mampu menggapai apapun dan akhirnya aku pingsan.
Lima belas menit kemudian aku sadar.
Aku memegang kepalaku dan mengambil botol minul disampingku. Aku melihat Nara
dan memegang bahuku.
“Kau tidak apa-apa ? “ Katanya
cemas.
“Aku tidak apa-apa ra. Ra, aku juara
berapa ?” Kataku lebih cemas daripada wajahnya.
“ Kau hebat Din. Kau juara 1” Kata
Nara dengan gembira dan memelukku dengan kencang sambil memberikan piala besar
dan beberapa hadiah didalam kotak.
“ Aku juara 1 Ra ? Aku tidak dapat
mukenah untuk Ibu ? Ra aku tidak mau juara 1, aku mau juara 2 Ra. Aku butuh mukenah
buat ibu ku Ra” Kataku dengan cemas, air mataku mulai menetes membasahi pipiku.
“Din, kau tidak hanya dapat piala
Din, didalam kotak ini ada hadiahnya juga. Kau bukalah” Kata Nara menenangkan
diriku.
Aku kemudian mengambil kotak dari
tangan Nara dan membukanya perlahan. Aku mendekap mulutku karena tidak
menyangka apa yang aku dapat saat ini. Bukan hanya alat sholat untuk Ibu dan
voucher biaya sekolah bulan depan. Tetapi aku juga memiliki kesempatan untuk
mendapatkan beasiswa di sekolah favorit dan aku satu-satunya memiliki
kesempatan itu. Aku melihat Nara dan memeluknya kencang.
“Ra.. Ibuku pasti bahagia, aku
pulang dulu ya” Kataku dengan membawa banyak hadiah dan bergegas pulang
kerumah.
*
Sesampainya dirumah aku teriak
memanggil ibuku.
“ IBU….IBU…” teriakku kencang
memanggil Ibu.
“ Ada apa kau din teriak-teriak,
sakit telinga Ibu mendengarnya”
“ Bu lihat aku bawa mukenah untuk
Ibu, bu mukenahnya bagus bu. Aku juga punya kesempatan untuk mendapatkan
beasiswa di sekolah favorit sesuai keinginan Ibu. Bu aku bakalan sekolah bu..
melanjutkan SMA bu” Kataku dengan penuh semangat.
Ibu tidak mampu berbicara dan
memlukku erat, air matanya membasahi punggungku.
“ Din, Ibu bangga punya anak seperti
kau Din. Kau anak ibu yang hebat”.
Aku semakin percaya kepada diriku
bahwa ketika aku yakin dan terus semangat maka satu persatu mimpi-mimpiku pasti
akan terwujud. Sore itu merupakan sore paling berhara dalam hidupku. Aku dan
Ibu masih saling berpelukkan dan tersenyum.
****

Komentar
Posting Komentar