Hadiah Untuk Lia

 

HADIAH UNTUK LIA

Matahari sangat terik siang ini dan dia memilih tidak ingin bersahabat dengan ku. Yang kulihat hanya sepatuku dengan tatapan kosong dimana kulitnya saja sudah terkelupas. Betisku sudah seperti pemain bola karena seharian ini aku berjalan mengantar surat lamaran pekerjaan di beberapa perusahaan. Aku mengecek jam di ponselku dan ternyata tepat jam 1 siang dimana suhu dikotaku 38 derajat celcius. Hari ini sangat panas sehingga peluhku bercucuran dan pakaianku menjadi basah. Perutku saja sudah berdendang tidak karuan.

“Kemana lagi aku harus melamar pekerjaan? amplop coklat ini saja tinggal 1 dari 10 amplop yang kubawa hari ini”. kataku lirih sambil menunduk.

Kutarik nafasku sangat dalam kemudian kuhembuskan seolah beban dihatiku lepas sementara, kemudian aku duduk di halte bus. Kukipaskan amplop itu setidaknya ada semilir angin yang bisa membuatku merasa lebih sejuk.

Perkenalkan aku Lia , nama lengkapku Amelia. Nama ini cukup pasaran sehingga sudah banyak orang menggunakan nama yang sama. Ibuku yang memberikan namaku ini, katanya terinpirasi dari tokoh novel favoritnya. Karakter dinovel itu kalau aku anak yang penuh semangat dan tidak mudah putus asa. Ternyata pepatah zaman dulu itu benar kalau nama adalah doa. Dan aku dikenal anak yang pantang menyerah dan selalu semangat dalam menjalankan keseharianku. Sejak kepergian kedua orang tuaku, aku harus menanggung biaya kehidupan dan sekolah adikku.

Aku masih menscroll ponselku membuka sosial media menutupnya lagi dan kemudian kubuka email melalui ponselku. Ternyata aku melihat ada pesan masuk dari perusahaan penerbit terkenal di Indonesia. Aku dinyatakan lulus dan menjadi seorang editor. Aku kemudian mendekap mulutku serasa tak percaya dan kupegang jantungku detaknya sangat kencang.

“Terima kasih Tuhan. Buah dari sabar yang kau janjikan emang selalu indah” Kataku sendiri.

*

Keesokan harinya aku berjalan penuh semangat menuju perusahaan tempat ku bekerja. Sesampainya disana kulihat gedung kokoh bercat putih dan bangunan itu seperti bangunan tua. Saat aku masuk kedalam aku diperkenalkan dengan manager SDM dan aku ditempatkan dibagian editor. Setidaknya langkahku menuju impianku menjadi penulis terkenal lebih dekat.

“Hai Lia.. salam kenal aku Diaz. Disini aku sebagai SPV dan kalau kamu ada kesulitan bisa tanya saja denganku” Seorang laki-laki memperkenalkan dirinya. Tubuhnya tinggi, menggunakan kacamata, parfumnya maskulin dan sangat tampan.

“Terima kasih mas Dias. Salam kenal aku Lia dan mohon bimbingannya” Jawabku dengan senyuman.

“Tugas kamu mengedit beberapa naskah yang masuk ke penerbit, aku sudah melihat beberapa tulisan kamu di blog dan website yang kamu buat dan sangat bagus”. Puji dias dengan senyuman. “Ambil tumpukan naskah dimesin fotocopy itu yang barusaja aku print”.

“Baik mas” Aku pun berlari ke tempat yang dimaksud.

Setibanya di mesin fotocopy datang seorang wanita cantik rambut panjang sepinggang dan membawa pulpen pink dengan boneka bulu diujungnya.

“Anak baru ? Saya kasih tau kamu lebih dulu di hari pertama kamu bekerja agar menjaga jarak dengan mas Dias, tidak mencari muka didepan bos dan patuh sama senior” Katanya jutek.

“Hai mbak, salam kenal aku Lia” Kataku sambil mengulurkan tanganku.

“Aku sudah tau” tidak membalas uluran tanganku dan langsung pergi ke ruangannya.

Kutarik nafasku pelan dan kembali kekursiku kemudian melanjutkan pekerjaanku.

*

“LIA … sini kamu!” Teriak mas Dias dari ruangan. Aku pun langsung berlari kecil dan menghadapnya. “Sudah sebulan kamu disini dan kenapa kamu salah mengedit di beberapa tulisan, sudah tercetak 10 buku lagi. Kamu mau bikin perusahaan kita bangkrut ?” Tanyanya dengan nada tinggi.

“Maksudnya bagaimana mas, maaf saya kurang mengerti”. Mas Dias melemparkan buku itu kepadaku.

“Baca saja di halaman 25 sampai dengan 30, kenapa tulisannya tidak sopan. Kamu mengubah jalan cerita penulis”.

“Sepertinya disini ada yang salah mas Dias, saya sudah meminta mas Dias untuk mengoreksinya terlebih dahulu sebelum dicetak. Lagian saya tidak mengubah cerita penulis” Jawabku.

Tok tok tok

Mulia teman sebelah cubicle ku datang. “Maaf mas Dias saya memotong pembicaraannya, sepertinya disini ada kesalahan. Untuk buku yang terbaru ini tidak di edit oleh Lia mas tapi dengan mbak Cecil Karena sebelum pulang kerja kemaren aku melihat dia duduk di cubicle Lia”. Mulia sambil menunjukkan video yang diam-diam dia rekam dari arah kejauhan sebelum pulang.

“Baik.. akan saya tindak lanjuti kejadian ini, dan kamu Lia saya minta maaf karena sudah menuduh kamu”. Kata Mas Dias.

Setelah kejadian tersebut Mbak Cecil diberikan surat peringatan dan terancam di keluarkan dari perusahaan. Karena masih ada beberapa yang bisa ditolerir masih dapat dimaafkan oleh perusahaan.

“Terima kasih Mulia, kamu memang paling mulia diantara yang lain. Gak nyesal aku kenal sama kamu” Kataku penuh rasa terima kasih, kemudian memeluknya erat.

“Tidak Lia bagiku kebenaran itu harus ditegakkan, aku lihat sangat jelas kalau mbak itu mencoba mengutak atik komputer kamu dan merubah semuanya. Tapi ini juga kamu jadikan pelajaran, komputer itu harus dikunci dan diberi password agar tidak digunakan oleh sembarangan orang” Kata Mulia tegas.

“Iya iya” kataku sambil tersenyum-senyum.

“LIA…” teriak Mas Dias dari ruangan.

“Mampus, salah apalagi aku. Satu hari ini sudah dipanggil dua kali” Aku menepuk jidatku dan berlari keruangan Mas Dias. Kuketok pintunya “ permisi Mas Dias , manggil saya?” tanyaku gugup.

“Iya, lama banget datangnya” Kata Dias sambil mengecek ponselnya.

“Maaf mas, ada apa ya ?” Tanyaku pelan

“Selamat yaaa… kamu dapat hadiah nih dari penulis. Katanya editan kamu bagus banget, tulisannya jadi rapi kemudian bahasanya jadi enak dibaca”. Kata Mas Dias sambil menyerahkan 3 buah hadiah dari 3 penulis. “Ini juga hadiah dari aku karena sudah marah sama kamu pagi ini dan salah menuduh kamu, anggap saja permintaan maafku” Katanya sambil menyerah kotak.

Aku buka kotak itu dan kulihat ada pena yang sangat bagus. Pena ini pasti harganya mahal.

“Aku juga ada lihat blog kamu, dan ini sudah ku edit dengan rapi sebentar lagi akan dicetak di penerbit ini terus tinggal kita sertakan dengan cover, tim cover akan membuatkan yang bagus”. Katanya penuh semangat.

“Ini serius ?” Tanyaku tidak percaya. Aku mengambil naskah yang cukup tebal dari tangannya. Air mataku perlahan menetes karena impianku menjadi seorang penulis telah tewujud. Ada namaku tertulis jelas disebuah buku. Buku yang kutulis beberapa tahun silam diblogku.

Terkadang hasil dari usaha itu butuh proses yang panjang, kita harus melewati kerikil bahkan sampai batu yang besar. Tapi kalau kita sabar menghadapinya kita akan mendapatkan hadiah yang sangat besar. Bahkan hadiah yang tidak diduga-duga.

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan Populer